Selasa, 29 Mei 2012

Teuku Rifnu: Semua Diawali dari Rumah





Saat ditawari menjadi pemain di salah satu omnibus film Kita versus Korupsi (KvsK), Teuku Rifnu diberitahu bahwa tema film tentang korupsi. Dan dananya pun terbatas. Namun Teuku bersikukuh menerima tawaran tersebut, dengan pertimbangan melalui film KvsK ada sesuatu yang ingin disampaikan ke masyarakat.

“Di sini ada hal lain, karena kita berbuat sesuatu. Itu yang membuat saya tertarik dan mau terlibat,”kata Teuku saat ditemui Amin Shabana di sela-sela roadshow KvsK di Balikpapan, Jumat (11/5) hingga Minggu (13/5) lalu. 

Bersama sutradara dan pemain film KvsK lainnya, pemeran Pak Lurah dalam film “Rumah Perkara” karya sutradara Emil Herasi ini pun rela keliling beberapa kota di Indonesia untuk memperkenalkan film KvsK langsung ke masyarakat.

Berikut petikan wawancaranya. 

Bagaimana ceritanya bisa terlibat dalam film KvsK?

Awalnya sutradaranya (Emil Herasi-red) nyamperin saya dan ngobrol ingin membuat film yang temanya tentang korupsi, diangkat dari persoalan sehari-hari yang terlupakan di masyarakat kita. Karena selama ini orang-orang selalu menyalahkan bahwa pelaku korupsi itu adalah orang-orang yang di atas sana, anggota DPR, Presiden dan macam-macam. Artinya mereka itu memang sudah jelas pelakunya. Yang harus dilakukan sekarang ini adalah dari rumah, internal kita yang harus kita pikirkan. 

Pada saat itu saya diberitahu siapa saja pemainnya dan dananya yang tidak banyak. Dan saya juga ditanya apakah mau berjuang bersama-sama karena ada yang ingin disampaikan. Akhirnya saya mau mengambil karena ceritanya yang berbeda. Di sini ada hal lain, karena kita berbuat sesuatu. Itu yang membuat saya tertarik dan mau terlibat. 

Dari segi cerita, pesan apa yang ingin disampaikan film Rumah Perkara ke publik?

Di film ini, judulnya saja sudah Rumah Perkara itu sudah merupakan kesimpulan atau benang merah dari ceritanya. Bahwa semua diawali dari rumah, kebohongan sehari-hari yang kita lakukan kepada istri kita kemudian kepada anak kita maka akan membuat anak kita berbohong kepada ibunya dan berbohong kepada bapaknya serta lingkungannya. Diawali berbohong dirumahnya, si tokoh Lurah ini kemudian berbohong kepada masyarakatnya dengan janji-janji palsu bahwa dia akan menyelamatkan masyarakatnya. Dia merasa semua yang diucapkan merupakan kebenaran yang terpola. Maka kesananya akan terjadi kehancuran, kebohongan-kebohongan baru. Itu sebenarnya yang ingin disampaikan.

Menurut Anda, apakah konteksnya sama dengan yang terjadi di Indonesia saat ini? Seperti pejabat yang mengingkari janjinya kepada masyarakat?

Ya, itu sesuai banget. Di seluruh wilayah Indonesia sedang terjadi seperti itu. Mungkin ini disebabkan kita tidak pernah diajarkan benar-salah, tapi kita diajarkan pada hukuman. Dari kecil memang metode dalam mengajarkan anak yang benar yang harus dipikirkan. Anak-anak itu diajarkan dengan memberikan mereka hukuman, bukan menjelaskan bahwa tindakan mereka itu salah atau benar. Itulah cikal-bakalnya, sehingga mereka hanya melihat pada hukumannya saja.  Dan karena tahu bagaimana hukum disini bekerja, jadi para pemimpin itu tidak takut untuk melanggarnya. Sehingga aspek benar atau salah tidak lagi ketahui. 

Sebagai sebuah film kampanye, apa perbedaan film KvsK dengan film kampanye lainnya?

Saya belum pernah melihat film-film kampanye yang lain. Yang jelas disini, sebagai pemain saya melihatnya bahwa ini mungkin sama saja dengan film-film di Iran, Eropa atau Perancis yang memproduksi film dengan muatan seperti ini. Cuma kendalanya di Indonesia, industri kita lebih menargetkan kepada jumlah penonton sebanyak-banyaknya. Akhirnya tidak tahu bahwa pendidikan di masyarakat itu seprti ini dan tidak adanya asosiasi di dunia yang dijalani. Jadi tidak dilihat oleh masyarakat kerja yang dilakukan oleh orang film ini.  

Nah, dalam film ini kan jelas kita yang mendatangi penonton. Bahwa keberadaan pemain dan crew film bertujuan untuk menjelaskan bahwa ada banyak film-film yang bagus. Dan pemain-pemain yang dipilih dalam film KvsK ini juga merupakan pemain-pemain yang berkarakter dan “actor” semuanya. Dikarenakan muatannya berbeda dengan film lain, maka kita berpikir untuk terlibat dalam produksi film ini. Siapatahu dengan kesuksesan film KvsK ini walaupun tidak merubah secara serentak, psikologi masyarakat berubah secara perlahan ke arah yang kita inginkan sebagai seorang pemain. 

Dan saya juga menginginkan agar penonton mengetahui bahwa film yang baik itu adalah seperti ini. Sejauh ini penonton yang di daerah hanya mengetahui film yang bagus adalah yang disinetron atau film horor yang ada tokoh yang membunuh habis-habisan. Film-film jenis ini pun semestinya tetap ada, untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga biar masyarakat yang memilih.  Tapi pilihan itu tidak akan terjadi bila masyarakat tidak diberikan alternatif lain. Seperti yang di Yogya, banyak yang bilang merasa malu datang ke bioskop dan itu karena ada rasa tidak percaya diri yang jadi penyebab. Dengan adanya film ini, hal-hal tersebut mulai berubah. 

Dari segi pesan film, apa yang Anda temukan selama mengikuti roadshow KvsK?

Luar biasa. Saya datang ke Solo ke suatu daerah yang mau digusur, kalau ngga salah namanya Semanggi. Disitu juga diadakan pentas Ketoprak. Semua masyarakat disitu keadaannya sedang cemas ketika kita mengadakan pemutaran KvsK. Awalnya sebelum memutar film itu, emosi mereka meluap-luap. Dan setelah film selesai ditonton, saya menyampaikan bahwa di Indonesia bukan daerah ini saja yang terjadi seperti ini. Artinya yang harus dilakukan adalah kita cari tahu dulu kebenarannya. Tapi emosi mereka memang tidak bisa dibendung dan mereka bersyukur sekali ada pihak luar yang men-support. Karena ceritanya sama dengan apa yang sedang mereka alami. 

Kemudian ada Bupati Boyolali ketika menonton film ini dia menangis, dia merasa bahwa dia bersyukur sekali berada di antara kita supaya masyarakat Indonesia mengetahui keadaan kita seperti ini. Dia menangis saat itu. Dia berharap film ini diputar didaerahnya. Terus ada yang meminta film ini diputar di pasar-pasar. Tetapi ada juga yang mengkritik film ini yang meminta seharusnya film ini memberikan jalan penyelesaiannya dan hukuman bagi pelaku-pelaku dalam film. Dan ini menarik sekali. 

Pada akhirnya ketika saya bertanya kepada penonton, yang biasanya hanya bilang keren tapi di sini mereka menyatakan seperti ditegur. Jadi jawabannya beda dan itu yang dia bawa pulang. Dan itu yang membuat saya bersyukur terlibat dalam film ini. (Amin Shabana/RSD)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kita vs Korupsi Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger