Masyarakat Kota Surabaya, Jawa Timur akhirnya bisa
menyaksikan film Kita versus Korupsi (KvsK). Club Indonesia Bersih (CIB) bekerja
sama GUSDURian,
sebuah komunitas pecinta Gus Dur menggelar roadshow KvsK di Surabaya selama
tiga
hari, Rabu (23/5) sampai Jumat (25/5). Kegiatan roadshow difokuskan pada pemutaran dan diskusi film, kunjungan atau
talkshow di media lokal, dan penandatangan
ikrar bersama anti korupsi di form dan spanduk.
Roadshow KvsK kali ini mengangkat tema “Merawat Kejujuran,
Menolak dan Melawan Korupsi”. Menurut Koordinator Program GUSDURIan Moehammad
Iqbal, tujuan kegiatan pemutaran dan diskusi film KvsK dengan cara menemui
langsung masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi publik
terhadap pesan anti korupsi yang disampaikan.
“Bagi GusDurian sendiri, pesan
perlawanan terhadap korupsi sejalan dengan pemikiran yang dimiliki Gus Dur
dalam memerangi korupsi menuju Indonesia yang lebih baik,”jelasnya.
Di hari pertama roadshow, panitia
menggelar serangkaian kunjungan ke media setempat berupa talkshow di radio dan
televisi. Diantaranya di Radio Metro Female, Sindo FM, TV 9 dan Jawa Pos Media
Televisi (JTV). Hadir sebagi narasumber dari Sekretaris Jenderal Transparency
International (TI) Indonesia Teten Masduki, Sutradara Film “Psstt…Jangan
Bilang Siapa-Siapa” Chairun Nisa dan Pemain Film “Rumah Perkara” Ranggani
Puspandya.
Pemutaran dan diskusi film KvsK mengawali
roadshow hari kedua di kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya pukul 10.00. Acara ini dihadiri sebanyak 240 penonton, diantaranya mahasiswa, dosen dan segenap civitas akademika IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam sambutannya,
Iqbal mengatakan korupsi merupakan musuh bersama dan masyarakat harus berani
memutus mata rantai korupsi dari dirinya sendiri.
Film Mengubah Mindset
Masyarakat
Dalam diskusi usai pemutaran
film, Teten mengungkapkan beberapa fakta menarik. Menurut Teten, TI Indonesia
menggunakan film untuk mengubah mindset masyarakat dalam melihat isu korupsi.
“Narasi film punya kekuatan besar,”ungkap Teten. “Pada saat perang dingin, Amerika memproduksi
banyak film Hollywood yang bisa membuat masyarakat internasional anti Rusia.
Atau Rambo yang bisa mencitrakan Amerika sebagai pemenang dalam perang dengan
Vietnam,”lanjutnya.
Hal lain yang diceritakan Teten
yaitu pada saat dirinya bertemu dengan Gus Dur. Pada saat itu Gus Dur bertanya
kepada dirinya mengapa mau melakukan usaha ini dan pergi kepada tokoh agama.
Pada saat itu Gus Dur menjawab sendiri “Percuma untuk pergi ke tokoh agama,
karena mereka tahu bagaimana bertobat kepada Tuhan bila melakukan korupsi,”
terang Teten yang langsung disambut gelak tawa para peserta diskusi.
Jamil, perwakilan organisasi
kepemudaan Surabaya menegaskan tindak pidana korupsi tidak selalu berdasarkan
atas kebutuhan dan kewenangan. “Korupsi itu ada juga by greedy, maksudnya
dilakukan memang adanya peluang dengan hasrat ingin memperoleh keuntungan,”ujarnya.
Menurut Jamil, saat ini sudah
banyak produk perundang-undangan yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku
korupsi. Salah satu Undang-undang yang dapat digunakan yaitu UU No. 14 tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mewajibkan dadta-data yang
menjadi dokumen publik untuk disampaikan ke masyarakat. “Undang-undang ini juga
dijadikan senjata oleh para LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat-red) dan penggiat korupsi untuk memberantas korupsi,”tegasnya.
Komentar pun bermunculan dari para
peserta diskusi. M Fakih misalnya, menyatakan film KvsK menampilkan dua
tipologi manusia. Yang pertama, orang kaya yang korupsi dan yang kedua orang
yang miskin yang masih memiliki idealisme positif. Peserta lain, Mardiah
berpendapat demokrasi yang dijalankan pemerintah saat ini mendukung peluang
terjadinya praktek korupsi di birokrasi.
Usai kegiatan di IAIN Sunan Ampel
Surabaya, pemutaran dan diskusi dilanjutkan ke Kampoeng Ilmu, sebuah sentra
penjualan buku-buku bekas di Jalan Semarang No. 55, Surabaya. Sebanyak 50 penonton hadir, diantaranya komunitas pedagang buku dan warga sekitar. Koordinator Pengelola Kampoeng Ilmu Budhi Santosa mengungkapkan apresiasinya terhadap film
KvsK yang bisa menjadi refleksi masyarakat untuk melihat praktek korupsi yang
dilakukan dari masing-masing individu.
Kegiatan di hari terakhir
roadshow ditutup dengan pemutaran dan diskusi film KvsK di SMPN I Waru dan Studio
XXI Surabaya Town Square (Sutos). Sebanyak 150 penonton hadir di Sutos, terdiri dari pelajar, mahasiswa, pejabat pemerintah kota Surabaya, aktivis LSM/penggiat anti korupsi dan masyarakat umum.
Dalam kesempatan ini, Dosen Komunikasi Universitas Airlangga M. Irfan menyatakan film KvsK menggambarkan bahwa korupsi merupakan warisan tradisi yang dimulai dari keluarga kemudian berkembang menjadi lebih besar lagi di pemerintahan. (Amin Shabana/RSD)
Dalam kesempatan ini, Dosen Komunikasi Universitas Airlangga M. Irfan menyatakan film KvsK menggambarkan bahwa korupsi merupakan warisan tradisi yang dimulai dari keluarga kemudian berkembang menjadi lebih besar lagi di pemerintahan. (Amin Shabana/RSD)
0 komentar:
Posting Komentar