Sebanyak 160 mahasiswa
nonton bareng (nobar) film Kita versus Korupsi (KvsK) di kampus Politeknik
Negeri Jakarta (PNJ), Rabu (10/5). Pemutaran film KvsK merupakan bagian dari Pekan
PNJ Fair 9-13 April 2012. Terdapat tiga kegiatan utama yang dilakukan dalam PNJ
Fair, yaitu Job Fair Departemen Pendidikan, Pekan Komunikasi Departemen Kominfo
dan Bulan Cerdasku dari Departemen Sosial Politik.
Penonton yang hadir
dalam pemutaran tersebut berasal dari berbagai perguruan tinggi seperti LP3I, Universitas
Negeri Jakarta (UNJ), dan Universitas Gunadarma. Pemutaran film KvsK dimaksudkan
agar mahasiswa mampu menjadi generasi muda yang berperilaku bebas korupsi. Selama
ini perilaku korupsi seakan dianggap menjadi budaya bangsa. Guna memperbaiki
kondisi ini, maka gerakan perlawanan terhadap budaya korupsi harus diperluas
kepada publik termasuk generasi muda. “Film KvsK merupakan pendekatan yang
dapat diterima berbagai kalangan karena
menggunakan budaya pop berupa film,”kata seorang panitia.
Sepanjang pemutaran,
para mahasiswa yang memenuhi salah satu gedung rektorat PNJ kerap bereaksi
terhadap beberapa adegan film. Misalnya, suara riuh rendah terdengar
ketika adegan Koh Abeng mencoba menyuap Arwoko dengan segepok uang. Atau dalam scene, guru sekolah yang mencontohkan tindakan korupsi karena
menjual buku melalui siswanya sendiri dengan iming-iming komisi dan nilai yang
bagus di film “Psssttt…. Jangan Bilang
Siapa-Siapa”.
Diskusi Film
Pesan moral
perlawanan terhadap korupsi ini semakin dipertajam melalui forum diskusi yang
menghadirkan Sutradara Film Selamat Siang Rissa Ine Febriyanti, Dotty
Rahmatiasih dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Sarwono dari Transparency International Indonesia
(TII), Ismi dari Suara Pemuda Anti Korupsi (SPeAK) dan Guru Besar Psikologi
Politik UI Prof Dr Hamdi Muluk.
Dotty mengingatkan
bahwa masyarakat masih belum sadar bahwa korupsi itu bukan hanya tanggung-jawab
pemimpin negara melainkan merupakan masalah bersama bangsa ini, termasuk anak
muda. “Banyak yang bisa dilakukan generasi muda untuk terlibat dalam gerakan
anti korupsi, misalnya membuat pameran foto dengan tema anti korupsi bagi yang
hobi photografi,”ujarnya.
Sedangkan, Agus
Sarwono dari TII menjelaskan tentang proses produksi film KvsK yang didasarkan
pemikiran untuk berkampanye menggunakan alat yang mudah diserap oleh
masyarakat, yaitu film. Hal ini karena film dapat menjangkau masyarakat yang
hidup di pedalaman yang belum bisa mengakses internet.
Menurut Hamdi Muluk, harus ada strategi yang
jelas untuk menangani korupsi karena sudah terjadi secara sistematik, dari hulu
ke hilir. Misalnya bisa dilakukan melalui teori penanganan gempa, dimana
terdapat epicentrum atau pusat gempa.
Pusat korupsi itu terjadi di DPR/MPR maka KPK bertugas menangkap titik pusat
korupsi yang terdalam. Sedangkan, masyarakat mengepung efek dari titik gempa
korupsi dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti diskusi, kampanye dan
sebagainya.
Namun rumah Indonesia terlalu indah untuk
dirusak. “Belum terlambat untuk menjadikan Indonesia bersih terlambat, masih
banyak yang bisa dilakukan,”tegasnya. (SS/AS)
0 komentar:
Posting Komentar