Rabu, 20 Juni 2012

Warga Indonesia di New Zealand Apresiasi Film KvsK





Suhu udara yang dingin disertai hujan dan angin di Wellington, New Zealand, Sabtu (16/6) sore lalu tak menghalangi niat para pelajar dan warga Indonesia di Wellington untuk menyaksikan film Kita versus Korupsi (KvsK). Sebanyak 100 pelajar dan warga Indonesia yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat Indonesia Wellington (Kamasi) hadir menyaksikan film KvsK di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Wellington, New Zealand.

Pemutaran film KvsK diselenggarakan oleh New Zealand Indonesian Association (NZIA) dan Kamasi dalam rangka perkenalan pengurus baru NZIA-Kamasi Periode 2012-2013. Hadir pula dalam acara ini Duta Besar Indonesia untuk New Zealand Agus Sriyono beserta istri Astuti R. Widiati, dan segenap pengurus NZIA-Kamasi.

Acara dibuka dengan perkenalan pengurus baru NZIA-Kamasi periode 2012-2013, dan dilanjutkan debriefing kunjungan PM New Zealand John Key ke Indonesia pada April lalu oleh  Agus Sriyono. 

Sebelum pemutaran film, acara dimeriahkan dengan pertunjukan angklung dan  food bazaar

Penonton Antusias

Film berdurasi 70 menit ini ternyata menguras perhatian penonton. Mereka sangat antuasis menyaksikan film KvsK. Dalam diskusi usai pemutaran film, para penonton menyatakan apreasiasinya terhadap film KvsK yang dinilai sangat bagus di tengah situasi dan kondisi dimana Indonesia saat ini sedang berusaha memberantas korupsi. 

Dalam kesempatan ini juga terungkap, sebagian penonton tidak menyangka bahwa korupsi telah terjadi di lingkungan sekolah dan dilakukan oleh guru murid. Perilaku korupsi diperparah dengan ulah pebisnis dan pegawai pemerintahan guna memperlancar usaha bisnis dan pegawai negeri yang notabene melayani masyarakat pun sudah terkontaminasi. Di lingkungan keluarga, untuk mempercepat urusan agar tidak berbelit-belit mereka melakukan tindakan cepat seperti menyuap.

“Pemberantasan korupsi hendaknya dilakukan di semua bidang dari yang terkecil hingga terbesar bahkan sampai ke murid-murid,” kata salah seorang penonton.

Penonton lain senang melihat acting Tora Sudiro dalam film Selamat Siang Rissa. “Keempat film sangat bagus dan edukatif, serta membuka mata kita. Film ini menggambarkan persis situasi di Indonesia saat ini,”ungkapnya.

Di akhir acara, banyak diantara penonton menanyakan bagaimana cara mendapatkan film KvsK. 

“Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Transparency International Indonesia yang telah memperkenankan film tersebut diputar di KBRI Wellington, New Zealand,”tulis pengurus NZIA melalui email.

Mereka berharap melalaui film KvsK, pesan-pesan anti korupsi sampai kesemua kalangan dan merasuk di hati masyarakat Indonesia khususnya generasi muda. (Erlinawati/RSD)

Senin, 18 Juni 2012

TII Siapkan Modul Pendidikan Anti Korupsi Berbasis Film





Pemberantasan korupsi tak cukup dituntaskan hanya melalui penegakan hukum semata. Hal sama penting untuk memberantas virus korupsi adalah pencegahan korupsi itu sendiri. Khususnya di kalangan anak muda sebagai generasi penerus bangsa.

Dari diskusi dan pemutaran film Kita versus Korupsi (KvsK) di berbagai kota di Indonesia menyimpulkan, persoalan korupsi sangat dekat dengan kehidupan anak muda. Karenanya, Transparency International Indonesia (TII) memandang pentingnya pendidikan anti korupsi sejak dini, yaitu di kalangan anak usia sekolah. Kehadiran film KvsK bisa dijadikan sebagai materi pengajaran di sekolah.

Hal ini sejalan dengan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan menerapkan pendidikan anti korupsi di sekolah mulai tahun ajaran baru, Juli 2012 nanti.

Untuk merumuskan modul pengantar pendidikan berbasis film, TII akan menyelenggarakan workshop “Penyusunan Modul Pendidikan Anti Korupsi Melalui Film KvsK” selama dua hari, Kamis (21/6) sampai Jumat (22/6) di Villa Jambu Luwuk, Bogor. Materi workshop akan digodok bersama antara para ahli pendidikan, guru, para ahli di bidang anti korupsi dan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK).  

“Kita memahami pentingnya menghentikan suplai koruptor. Antara lain dengan mulai mendidik kaum muda sedini mungkin untuk memahami persoalan korupsi dan dampaknya bagi kehidupan rakyat,” kata Ketua Penyelenggara Ilham B. Saenong di Jakarta, Senin (18/6).

Di lain pihak, lanjut Ilham, sangat penting memperkenalkan kembali kepada kaum muda dengan nilai-nilai luhur seperti kejujuran, rasa tanggung jawab, keadilan, keberpihakan dan semacamnya sebagai imunitas terhadap praktik korupsi di sekitarnya. Kaum muda dapat dengan mulai menerapkan nilai-nilai anti korupsi dari diri mereka dan menularkannya kepada lingkungan sekitar. 

“Karena itu diperlukan konten dan metode pengajaran yang tepat agar pesan-pesan anti korupsi dapat benar-benar sampai kepada sanubari anak sekolah,”jelas Ilham.

Diharapkan workshop menghasilkan format modul singkat dan aplikatif untuk pengajaran, berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). “Modul itu nantinya akan diujicobakan (try out) ke sekolah-sekolah pilot,” demikian Ilham. (RSD)
 

Film dan Diskusi Anti Korupsi Diminati Mahasiswa Trisakti





Menanamkan nilai-nilai anti korupsi melalui pemutaran film dan diskusi ternyata diminati kalangan anak muda, khususnya mahasiswa. Seperti Rabu (13/6) lalu, mahasiswa D4 jurusan Keuangan Universitas Trisakti bekerjasama dengan Pertamina menyelenggarakan pemutaran film Kita versus Korupsi (KvsK) di Gedung D Lantai 8 Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat.

Sebanyak 241 mahasiswa, dosen, dan tamu undangan hadir dalam acara yang dikemas menarik. Acara dibuka dengan sambutan dan hiburan musik dari paduan suara dan band, menyanyikan lagu-lagu bertema korupsi. Salah satu liriknya berupa “Hidup bermewah-mewah namun sengsara seperti koruptor.”

Pemutaran film KvsK dimulai pukul 10.00. Sesekali para penonton yang sebagian besar mahasiswa ini riuh saat menyaksikan adegan-adegan lucu dan menyentil. 

Diskusi usai pemutaran film dilakukan dua sesi. Sesi pertama, menghadirkan nara sumber Mardiyani dari Pertamina dan moderator Masfar Gazhali. Dalam kesempatan ini, Mardiyani menjelaskan tentang perubahan-perubahan yang dilakukan Pertamina dalam rangka menuju perusahaan yang bebas korupsi. 

“Pertamina bekerjasama dengan lembaga seperti Transparency International Indonesia (TII) untuk mendukung program anti korupsi. Dan hal itu membuahkan hasil dimana Pertamina saat ini telah mendapat julukan sebagai trusted company,” kata Mardiyani.

Menanggapi hal itu, seorang mahasiswa secara kritis menyatakan bahwa Pertamina harus mampu menjadi perusahaan bersih atau tidak korupsi tidak hanya di tingkat atas namun juga sampai tingkat bawah. 

“Saya pernah membeli bensin dan disana tertulis harga bensin Rp 5.900. Ketika saya bayar dengan uang Rp 6.000 artinya masih ada sisa kembalian Rp 100, tetapi tidak dikembalikan kepada saya. Jika dalam satu hari ada 10 orang yang kembaliannya Rp 100 tidak diambil, maka ada berapa jumlahnya dalam setahun? Diharapkan hal-hal seperti itu juga ada kontrolnya,”ungkapnya.

Mahasiswa lain berharap bukan hanya Pertamina saja yang berupaya bersih dari korupsi, melainkan juga anak-anak perusahaan Pertamina.

Diskusi selama 1 jam ini juga diselingi hiburan berupa stand up comedy oleh Pandji Pragiwaksono dan paduan suara.

Pada sesi kedua, diskusi berlangsung cukup hangat dengan menghadirkan narasumber komedian Pandji dan Agus Sarwono dari TII.  Tema diskusi berupa pengalaman pribadi Agus dan Pandji ketika pernah mengalami kejadian korupsi. Pandji misalnya, ia mengaku pernah menyogok polisi ketika kena tilang. Namun saat ini ia memilih melawan korupsi dengan cara selalu membayar denda ketika terkena tilang.

“Teman-teman jangan ragu untuk terus maju melawan korupsi,”ujar Pandji sambil menutup diskusi. (Sofia Setyorini/RSD)

Kamis, 14 Juni 2012

Para Pejabat Eselon II Nobar KvsK di Sela Diklat






Kehadiran film Kita versus Korupsi (KvsK) di sela-sela Diklat Pimpinan Tingkat II Angkatan 34 Tahun 2012 di Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jalan Administrasi II, Pejompongan, Jakarta, Selasa (13/4), ternyata memberi warna lain. Tak sekedar menghibur, pemutaran film KvsK memberi kesan tersendiri bagi para peserta yang terdiri dari para pejabat Eselon II dari berbagai insitusi di seluruh Indonesia.

Diklat dengan tema “Penguatan Etika dan Integritas Birokrasi Dalam Rangka Pencegahan Korupsi” dihadiri 180 peserta. Menurut salah satu panitia penyeleggara, pemutaran film Kvsk di sela-sela diklat baru pertama kali dilakukan. “Pemutaran film ini terselenggara atas usul Pak Damanik, peserta diklat yang kebetulan bertugas di KPK,”jelasnya.

Dalam testimoni usai pemutaran film,  para peserta menyatakan kesannya setelah menonton film KvsK. “Kami memberi apreasiasi terhadap film KvsK,” kata Indra Salim, peserta dari Sumatera Utara.  Menurut Indra, keempat rangkaian film menggambarkan realitas sehari-hari yang terjadi di masyarakat. 

Rudi, peserta dari kelas C juga menyampaikan terima kasih atas pemutaran film KvsK. Ia sedikit memberi saran agar ke depan, mempertimbangkan target audience untuk anak-anak sekolah dasar. “Perlu dikaji lagi untuk mempertimbangkan audience bagi anak-anak SD. Sebagaimana juga KPK saat ini sedang mengkaji untuk memasukkan kurikulum pendidikan anti korupsi di tingkat sekolah dasar,”ujarnya.

Sedangkan Reni, peserta dari Kabupaten Tulang Bawang, Lampung setuju bahwa nilai-nilai kejujuran dan budi pekerti harus ditanamankan kepada anak-anak sejak dini. Ia mengaku prihatin, di tengah kemajuan teknologi yang makin canggih tetapi nilai-nilai budi pekerti makin terlupakan.

“Anak-anak kuat secara teknologi tetapi budi pekerti harus diutamakan,”tandas Reni. (RSD)

Rabu, 13 Juni 2012

Karyawan Indonesia Power Minati Film KvsK






Sebagai anak perusahaan PLN yang menjalankan usaha komersial pada bidang pembangkitan tenaga listrik, PT. Indonesia Power (IP) terus berbenah diri. Dalam rangka meningkatkan integritas karyawan, IP bekerja sama dengan Transparency International (TI) Indonesia menggelar pemutaran film Kita versus Korupsi (KvsK) bagi jajaran karyawan di seluruh Indonesia.

Pemutaran film dilakukan secara bergilir, untuk bulan Juni ini di 12 Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) dan Unit Bisnis Operasi & Pemeliharaan (UBOH) di seluruh Indonesia.  

Seperti Selasa (12/6), IP menggelar nonton bareng (nobar) film KvsK di UBP Mrica, Jawa Tengah. Sebanyak 90 karyawan dan tenaga outsourcing, serta para tamu undangan dari berbagai daerah hadir di Gedung Pertemuan IP UBP Mrica, Jalan Raya Wonosobo, Banjarnegara, Jawa Tengah. 

Dalam sambutannya, Plh General Manager UBP Mrica Rusmanto mengharapkan jajaran karyawan di lingkungannya bisa menarik pelajaran dari apa yang dilihat di film. “Kita juga berharap jangan sampai kita menjadi pelaku korupsi seperti digambarkan dalam film tersebut,”ujarnya.

Usai pemutaran film, beberapa perwakilan karyawan mengungkapkan kesannya terhadap film KvsK.  Mereka juga menyatakan keinginannya untuk memutar film KvsK di daerah tempat tinggal mereka masing-masing, seperti di Purwokerto dan sekitarnya.

“Jika diperbolehkan, kami minta DVD atau soft copy film KvsK supaya bisa diputar di sekitar tempat tinggal kita,”pinta penonton. (Nur Fajrin/RSD)    

Senin, 11 Juni 2012

Kita vs Korupsi: Omnibus Penyuluhan yang Menawan





Berdasarkan selebaran yang dibagikan dalam acara nonton bareng film Kita vs Korupsi, film tidak menyajikan kisah-kisah investigatif dari kasus-kasus mega korupsi yang terjadi di Indonesia. Film mencoba mengangkat isu korupsi, sebagai bagian dari keseharian kita, justru dari golongan akar rumput sehingga diharapkan para penonton dapat merasakan keterikatan dengan wacana yang diapungkannya. Dan setelah menyaksikannya, menurut saya film ini cukup efektif dalam menyampaikan urgensinya. Namun, lebih penting lagi, film ternyata tidak meng-anak tirikan kualitas dalam proses naratifnya.

Kita VS Korupsi adalah sebuah film dalam konsep omnibus yang terdiri atas empat buah film pendek dan digarap oleh empat sutradara muda Indonesia. Film merupakan bagian dari program pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia, sebuah institusi yang memiliki agenda untuk memerangi korupsi. Film dipilih sebagai sarana penyuluhan karena dianggap sebagai sebuah seni yang bisa diterima oleh semua kalangan, termasuk keluarga, yang diharapkan bisa menjdai bahan pembelajaran muasal praktik korupsi lahir.

Menurut hasil survey yang dilakukan Transparency International yang berbentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK)  yang dilakukan di Indonesia  pada tahun 2004, kota Medan berada di urutan ketiga sebagai kota paling korup di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai seorang warga yang lahir dan besar di Medan, tentu saja sulit untuk membantah hasil survey tersebut. Berbagai bentuk korupsi memang dengan mudah kita temukan di sini, mulai dalam skala kecil sampai besar. Makanya tidak heran jika pihak Transparency International menempatkan Medan di dalam dafta kota pemutaran film Kita VS Korupsi ini.

Berlokasi di HERMES XXI, pemutaran dilakukan pada jam 10.30 pagi yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat dan juga wartawan. Dan berikut catatan kecil saya terhadap film yang ditayangkan.

Rumah Perkara

Rumah Perkara adalah segmen pembuka untuk Kita VS Korupsi. Dibintangi oleh Teuku Rifnu Wikana yang berperan sebagai seorang lurah yang tengah mengalami kekalutan. Hampir semua penduduk desa telah pindah ke lokasi baru kecuali seorang janda yang bersikeras untuk tetap menempati rumahnya. Sementara itu pihak developer yang telah membeli lahan desa terus mendesak sang pak lurah.

Disutradarai oleh Emil Heradi, Rumah Perkara tampaknya bermain-main dengan konsep semiotika dalam moral kisahnya. Film dibuka dengan adegan janji semanis madu yang diumbar si lurah pada saat melakukan kampanye. Namun saat menjabat, ia malah melakukan kesewenang-wenangan menggusur lahan tempat tinggal penduduk dengan memakai alasan peningkatan kesejahteraan warga. Padahal motivasi perbuatannya tetaplah untuk kepentingan pribadinya sendiri. Film juga menunjukkan jika prilaku korupsi adalah sosok yang tak dapat dipercaya. Bahkan untuk keluarganya sendiri.

Meski kisah kemudian jatuh kedalam tipikal melodramatisasi klise, namun Emil Heradi cukup mampu membangkitkan emosi yang diperlukan oleh filmnya. Teuku Rifnu Wikana juga mampu menjaga karakternya tetap berada di ranah abu-abu. Kita tidak dapat membenarkan perbuatannya, namun perbuatan yang dilakukannya cukup manusiawi dan masuk akal. Dan layaknya sebuah dongeng dengan pesan moral, pelajaran yang bisa kita petik adalah, perbuatan jelek akan menerima karma jelek pula.

Aku Padamu

Sepasang kekasih (diperankan oleh Revalina S. Temat dan Nicholas Saputra) memutuskan untuk melakukan kawin lari. Namun niat mereka harus terhambat masalah administrasi di KUA. Sang laki-laki lantas berniat untuk mencari “jalan tengah” agar urusan bisa cepat selesai. Sialnya, hal tersebut ditentang habis-habisan oleh sang perempuan. Nilai-nilai kejujuran yang dulu diperoleh dari salah seorang guru SD-nya (diperankan oleh Ringgo Agus Rahman) begitu membekas dibenaknya dan menentang segala bentuk korupsi.

Menurut saya, Aku Padamu ini adalah segmen terbaik di Aku VS Korupsi. Tidak heran, karena tampuk penyutradaraan berada di tangan Lasja F. Susatyo yang telah memiliki beberapa film panjang di tangannya. Narasi berjalan dalam alur bolak-balik, antara masa sekarang dan masa lalu. Untuk kisah yang berseting di masa sekarang, film mengadopsi konsep komedi romantis dan mempunyai feel yang terasa sangat urban. Chemistry antara Reva dan Nico mengalir dengan pas dan memainkan peran mereka dengan baik sekali.

Sementara itu, saat karakter yang diperankan oleh Reva terkenang akan dedikasi gurunya, tone film cenderung melembut dan lirih. Ringgo Agus Rahman berhasil menghadirkan karakter yang penuh dedikasi, integritas namun juga naif. Dan saat film membutuhkan emosi yang kuat, segmen ini pun dengan tangkas menghadirkannya, sehingga menimbulkan rasa haru yang pekat. Meski Aku Padamu memiliki dua gaya yang bertolak belakang, namun sukses memadukan keduanya dan silih berganti mengaduk emosi kita.

Selamat Siang Rissa

Segmen ketiga, Selamat Siang Rissa, disutradarai oleh aktris cantik Ine Febriyanti yang membuktikan jika ia pun memiliki bakat dalam mengarahkan sebuah film. Film berkisah tentang seorang perempuan muda (Medina Kamil) yang terkenang akan kejujuran sang ayah (Tora Sudiro) semasa masih bertugas. Berseting di era 70-an, film mencoba memperlihatkan ketegaran sosok pria di tengah budaya korupsi yang awam di kalangan rekan kerjanya. Pada suatu hari, anak bungsunya yang masih balita menderita sakit. Sementara itu dirinya dan juga sang istri (Dominique Diyose) yang bekerja sebagai penjahit sudah tidak memiliki uang yang cukup. Seorang pedagang (Verdy Solaiman) kemudian menawarkan segepok uang, asal keinginannya dituruti.

Ine Febriyanti menunjukkan potensi yang besar sebagai seorang sutradara. Dengan berani ia memilih untuk menghadirkan adegan-adegan sunyi yang panjang, minim dialog dan penekanan yang berat pada mimik dan gestur. Meski begitu, film tidak terasa berat, karena ternyata mampu menuturkan dengan baik emosi karakter-karakternya selain dapat secara lugas menyampaikan esensi tentang kejujuran di tengah lingkungan yang korup. Warna-warna lembut serta tata artistik yang cantik dan mendetil menjadi nilai tambah.

Dan film berhasil karena didukung oleh akting watak para pemainnya. Sungguh menyenangkan melihat Tora Sudiro sukses meminggirkan tendensi konyolnya dan bertransformasi menjadi sosok dengan sikap yang tegas namun rapuh. Dominique pun tak kalah dalam menandingi akting Tora. Bersama mereka mampu mengaduk-aduk emosi kita, menghasilkan film dengan sentuhan emosi yang lembut dan intim.

Pssttt…Jangan Bilang Siapa-Siapa!

Segmen terakhir berjudul Pssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa! dan memilih remaja sebagai sasaran bidiknya.  Dengan menghadirkan warna-warna cerah dan tone yang ceria, sang sutradara, Chairun Nisa, tampaknya berkeinginan agar para remaja dapat terhibur dengan jalan ceritanya namun juga mendapatkan pesan yang diusung. Tema yang diangkat juga jamak terjadi dimana-mana, bahkan mungkin kita juga dulu pernah melakukannya disaat masih duduk di bangku sekolah.

Tiga orang remaja puteri tengah membahas tentang praktek pembelian buku pelajaran yang diorganisir oleh salah seorang guru mereka. Dari situ pembahasan berlanjut kebeberapa hal yang biasa mereka lakukan namun tidak lain merupakan salah satu perwujudan dari tindakan korupsi, termasuk melakukan mark-up terhadap laporan keuangan.

Kehadiran sosok-sosok remaja puteri yang centil dan tanpa basa-basi memang menghadirkan kesan yang ringan dan santai, namun film cukup mampu untuk menyelipkan pesan-pesan khususnya tanpa harus terkesan menggurui.

Penutup

Setiap kisah yang terdapat di dalam film Kita VS Korupsi menyajikan karakter-karakter orang awam yang harus berhadapan pada pilihan untuk melakukan korupsi atau tidak. Kisah yang sederhana dan mudah dicerna mampu dengan baik beperan sebagai cermin bagi kita, para penonton, karena lekatnya kisah-kisah tersebut dengan keseharian kita.

Meski pada dasarnya omnibus Kita VS Korupsi merupakan sebuah alat penyuluhan, jangan langsung membayangkan sebuah tontonan yang monoton dan penuh dengan petuah. Pada beberapa bagian, menjadi preachy memang sulit untuk dihindarkan, akan tetapi patut diberi pujian kepada pihak Transparency International yang mengizinkan para sineas yang terlibat untuk menyajikan film dengan visi kreatif mereka masing-masing, sehingga, meski masing-masing segmen memiliki durasi sekitar 15 menit saja, namun dapat tampil dengan kualitas artistik yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan cerita, akting dan penggarapan yang bagus, Kita VS Korupsi tampil stand out diantara banyaknya omnibus komersil yang banyak beredar akhir-akhir ini.


Mahasiswa Medan Sambut Antusias Roadshow KvsK





Roadshow film Kita versus Korupsi (KvsK) di Medan selama dua hari, Selasa (05/6) – Rabu (06/6), mendapat sambutan luar biasa dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Sebanyak 1.385 penonton hadir dalam pemutaran dan diskusi film di enam lokasi. Masing-masing Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Nommensen, Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Pembangunan Panca Budi, Studio XXI Hermes Place dan Ten Coffee.

Kegiatan hari pertama diawali pemutaran dan diskusi film KvsK di Ruang Sidang A, Gedung Rektorat UNIMED, Jalan Willem Iskandar Pasar V, Medan pukul 09.35. Sebanyak 120 penonton hadir diantaranya Rektor UNIMED Prof. Ibnu Hajar, para Dekan, Kapolresta Medan Untung Sudarto, jajaran Polda Sumatera Utara (Sumut), pemerintah provinsi Sumut dan kabupaten kota Medan, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumut, para guru, mahasiswa dan segenap civitas akademika UNIMED.

Dalam sambutannya, Ibnu Hajar mengatakan korupsi telah menjadi masalah bersama atau common problem. “Karenanya juga menjadi musuh bersama atau common enemy,”ujarnya. Ia berharap pemutaran film KvsK tidak sekedar hiburan, tetapi sekaligus dijadikan media menyampaikan pesan tentang potret kehidupan masyarakat.

Usai pemutaran film digelar diskusi dengan nara sumber Ketua Pengawas Transparency International (TI) Indonesia Zumrotin SK, Kepala Sekretariat Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indraza Marzuki, pengurus Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) UNIMED M. Fahmi Siregar, produser film KvsK Abduh Aziz, pemain film KvsK  Verdi Solaiman dan Norman Rivianto Akyuwen.

Basaruddin dari Fakultas Ilmu Keolahragaan menyatakan korupsi bukan budaya tetapi tindakan yang dimulai dari diri sendiri. Misalnya dari kebiasaan memberikan uang ‘tip’ dan hal-hal kecil lainnya. “Upaya untuk menghindari korupsi harus dimulai dari kita sendiri dan pendekatan kepada Tuhan,”ungkapnya.

Siang harinya, acara berlanjut di kampus Universitas HKBP Nommensen di Jalan Kamboja X No. 196, Medan pukul 13.00. Sebanyak 600 mahasiswa, dosen dan civitas akademika hadir menyaksikan pemutaran film KvsK di Gedung Perpustakaan Lantai 2. Mereka rela duduk berdesakan dan beberapa diantaranya lesehan di lantai.

Para mahasiswa terlihat antusias mengikuti diskusi yang dipandu oleh Pembantu Rektor III Maringan Panjaitan. Hadir sebagai nara sumber Zumrotin, Indraza Marzuki, Abduh Aziz, Verdi Solaiman dan Norman Rivianto Akyuwen. Hampir rata-rata pertanyaan, dukungan dan kritikan ditujukan ke KPK. Fredy Siahaan dari Fakultas Hukum misalnya, mengusulkan untuk mencegah korupsi maka budaya hukum harus diubah. “KPK harus segera menerbitkan Undang-Undang Pembuktian Terbalik untuk mengurangi praktik-praktik korupsi,”ujarnya.

Menanggapi hal itu, Indraza berpendapat perubahan budaya hukum bisa dimulai dengan perubahan pola pikir masyarakat tentang korupsi. Ia juga menjelaskan tugas dan fungsi KPK meliputi koordinasi, supervisi, penindakan dan pencegahan.

Minta Diputar Lagi

Pada pukul 16.00, pemutaran dan diskusi film berlangsung di Gedung Peradilan Semu, Fakultas Hukum (FH) USU, Jalan Dr. T Mansur No. 9, Medan. Sebanyak 250 penonton hadir diantaranya Pembantu Rektor IV USU Prof. Ningrum Natasya Sirait, Pembantu Dekan I FH USU Prof. Budiman Ginting, mahasiswa, dosen dan civitas akademika USU. 

Dalam sambutannya, Budiman berharap dengan pemutaran film KvsK, para mahasiswa sebagai generasi muda dan ujung ombak masa depan negeri ini dapat memahami makna dan pesan yang disampaikan film. “Sehingga mempunyai moral, etika dan integritas yang tinggi terhadap penegakan hukum serta meminimalisir perbuatan korupsi hingga pada akhirnya menghapuskan perbuatan korupsi di Indonesia,”pesan Budiman disambut tepuk tangan hadirin. 

Diskusi usai pemutaran film menghadirkan nara sumber Zumrotin, Indraza Marzuki, Abduh Aziz, Verdi Solaiman dan Norman Rivianto Akyuwen. Dalam kesempatan ini, para mahasiswa menyampaikan kesannya terhadap film KvsK. Astra dari Fakultas Hukum misalnya, mengungkapkan menyaksikan film KvsK bagaikan bercermin di depan kaca. Apa yang diceritakan dalam film merupakan potret keseharian yang terjadi di masyarakat. “Kita seperti melihat perilaku diri kita sendiri,”paparnya.

Di akhir acara, Ningrum meminta supaya film KvsK bisa diputar kembali di kampus USU, tidak sebatas di tingkat fakultas tetapi diperluas ke lingkup universitas.

Memasuki hari kedua, kegiatan diawali dengan pemutaran film di Studio XXI Hermes Place, Medan pukul 10.00. Sebanyak 180 penonton dari berbagai kalangan hadir, diantaranya pelajar dan mahasiswa, para wartawan dari berbagai media, jajaran pemerintah setempat, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, dan masyarakat umum. 

Usai pemutaran film, panitia menggelar konferensi pers dengan para wartawan di Lobi Studio XXI Hermes Place. Hadir sebagai nara sumber Zumrotin, Indraza Marzuki, Abduh Aziz, Verdi Solaiman dan Norman Rivianto Akyuwen.

Siang harinya, acara berlanjut di Universitas Pembangunan Panca Budi, Jalan Jenderal Gatot Subroto KM 4.5, Medan pukul 13.00. Sebanyak 200 mahasiswa, pelajar, dosen, dan civitas akademika menyaksikan film KvsK di Aula Universitas Pembangunan Panca Budi. Diskusi menghadirkan nara sumber Zumrotin, Indraza Marzuki, Abduh Aziz, Verdi Solaiman dan Norman Rivianto Akyuwen.

Dan sore harinya dilanjut kunjungan ke kantor redaksi Tribun Medan di Jalan KH Wahid Hasyim No. 37 Medan dan talkshow di Radio Smart FM di Jalan Thamrin No. 112, Medan.
Roadshow ditutup dengan pemutaran film KvsK di Ten Coffee, Jalan Imam Bonjol No. 36B, Medan. Acara yang dimulai pukul 20.30 ini dihadiri 35 penonton.  (RSD)

Jumat, 08 Juni 2012

Wanita Indonesia Bebas Korupsi





Dalam rangka mendukung gerakan Indonesia Bebas Korupsi, Ikatan Wanita Indonesia (IWAPI) dan Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (GPSP) menggelar pemutaran film Kita versus Korupsi (KvsK) di Cinema XXI, Bellanova Country Mall, Bukit Sentul, Bogor, Kamis (07/6).

Sebanyak 200 anggota IWAPI, GPSP, dan 40 organisasi wanita se-Jabodetabek serta masyarakat umum hadir dalam acara ini. Acara dibuka dengan menyanyikan bersama lagu Indonesia Raya.

Dalam sambutanya, Pengurus DPC IWAPI Bogor Alita menyatakan pemutaran film KvsK dalam rangka menindaklanjuti kerjasama antara IWAPI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk program Menuju Indonesia Bersih.

“Kondisi saat ini mungkin membingungkan bagi masyarakat, setiap hari kita disodori berita-berita korupsi, baik di media cetak maupun elektronik,”ujarnya.

Alita berharap setelah nonton film KvsK perempuan Indonesia bisa mencegah dan menjadi semangat untuk memerangi penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.

Hal senada diungkapkan Ketua GPSP Endang Dungga. “Kita berharap setelah menonton film ini kita menjadi lebih aware bahwa kita dapat berbuat sesuatu. Ini adalah suatu cara menggugah, kita tidak mau bangsa ini tenggelam dan terpuruk karena korupsi,”tegasnya.

Sementara itu Ismoyo, perwakilan dari KPK, memaparkan misi pesan yang disampaikan dalam film KvsK. “Misi dari pesan ini adalah terciptanya semangat integritas bagi kita semua, karena dari keempat film mengandung nilai-nilai integritas yang terjadi di masyarakat,”jelasnya.

Di akhir acara, penonton sepakat menyuarakan ikrar bersama anti korupsi. Diantaranya berisi: Pertama; Korupsi adalah tindak kejahatan yang menyengsarakan rakyat dan menghambat pembangunan, oleh karenanya pemerintah harus secara serius menanganinya. Kedua; Pemerintah, lembaga penegak hukum dan KPK harus secara serius dan tegas serta tidak pandang bulu/tebang pilih serta tidak diskriminasi dalam menangani kasus-kasus korupsi. 

Ketiga; Kami bertekad melakukan pencegahan kejahatan korupsi dimulai dari diri sendiri dari lingkungan terdekat dan dari sekarang. Keempat; Kami bertekad memperkuat dan mengembangkan jaringan untuk mencegah dan memerangi korupsi.

Acara ditutup dengan menyanyikan bersama lagu Bagimu Negeri ciptaan Kusbini. (Nur Fajrin/RSD)

Ada Baiknya Film KvsK Ditonton Keluarga Besar PLN






PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus bertekad mewujudkan komitmennya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bebas korupsi. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan mengajak seluruh karyawan di berbagai wilayah di Indonesia nonton bareng film Kita versus Korupsi (KvsK).

Seperti dilakukan PLN Area Jawa Barat-Banten, Minggu (03/6) lalu, kembali menghadirkan film KvsK di wilayahnya. Kali ini, Area Sukabumi menjadi target nobar dan diskusi tentang integritas karyawan. Pemutaran film ini sendiri menjadi rangkaian kegiatan workshop PLN Anti Pungli. 

Sebanyak 120 pegawai dan outsourcing hadir di Kantor PLN Area Sukabumi, Jalan Bayangkara No. 220, Sukabumi. Dalam sambutannya, Manajer PT. PLN APJ Sukabumi Nono Mulyono mengaku telah berulang kali nonton film KvsK. “Saat pertama kali nonton di BSM (Bandung Super Mall) saya meminta kepada Manajer Area Jabar-Banten untuk menghadirkan film ini di wilayah saya, agar bisa ditonton oleh staf-staf saya,”ujarnya.

Menurut Nono, film KvsK penuh dengan pesan-pesan anti korupsi. “Saya berharap film ini menjadi refleksi kita bersama dalam menjalankan tugas,”pesan Nono.

Ditonton Keluarga

Usai pemutaran film, Wiwin, seorang staf PLN menyatakan terkesan melihat film KvsK. Ia mengusulkan ada baiknya film ini juga di tonton oleh keluarga besar PLN termasuk anak, suami dan istri para staf PLN.

“Korupsi itu terjadi karena adanya kesempatan dan juga kebutuhan. Jadi kalau keluarga melihat film ini mudah-mudahan sama-sama mengerti tentang bahaya korupsi,”ungkapnya.

Lain halnya Adi, sebagai pekerja lapangan, ia mengaku pernah mengalami situasi dimana ia disodori uang oleh pelanggan. “Karena saya pegang teguh kode etik, maka saya tidak ambil dan menolaknya dengan sopan. Mudah-mudahan teman-teman saya juga bersikap sama,”kata Adi.

Menanggapi hal itu, Nono menyatakan apresiasinya. Ia mengingatkan kepada semua karyawan untuk bisa memegang teguh kode etik PLN, bekerja dengan sopan, dan jangan pernah membuka atau memulai percakapan yang di artikan sebagai meminta imbalan dalam melayani. 

“Ingat, PLN Anti Pungli bukan hanya slogan. Tapi harus di jalankan dengan benar,”tegasnya. (Agus Sarwono/RSD)

Kamis, 07 Juni 2012

Pencegahan Korupsi Diawali dari Keluarga





Menyaksikan film Kita versus Korupsi (KvsK) seolah menguak sebuah fakta bahwa perilaku korupsi telah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Tak hanya di kalangan pejabat, peluang untuk korupsi juga terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dari mulai pemuka agama hingga pelajar/mahasiswa. Demikian terungkap dalam diskusi usai pemutaran film KvsK di Keuskupan Surabaya, Jalan Polisi Istimewa No. 11, Surabaya, Jumat pekan lalu. 

Sebanyak 130 penonton hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh Club Indonesia Bersih dan Gusdurian, sebuah komunitas pecinta Gus Dur berbasis di Surabaya. Diantaranya dari kalangan pelajar dan mahasiswa, pendeta, rohaniwan, dan pendidik. 

Anggota seminari, Pepi mengaku merasakan ‘tusukan’ film KvsK. “Tusukannya sangat dalam dan menohok, scene-nya secara implisit sangat dalam,”ujarnya. Ia mencontohkan di film ketiga berjudul Selamat Siang, Rissa! pada adegan ketika Pak Woko (diperankan Tora Sudiro) dihadapkan pada situasi sulit, tetapi bertahan menghadapi cobaan ‘suap’.  

“Korupsi itu kita sendiri, tidak usah hiprokit,”kata Pepi.

Nino dari Keluarga Mahasiswa Katholik (KMK) ITATS terkesan dengan film kedua berjudul “Aku Padamu” karya Lasja F Susatyo. Seorang gadis menolak ‘nyogok’ pegawai KUA (Kantor Urusan Agama) karena mencontoh keteguhan hati dari sosok guru bernama Pak Markun. 

“Semua yang besar berasal dari yang kecil. Semoga semua keluarga mengindokrin anaknya sejak kecil bahwa korupsi tidak baik dan dosa,”ucapnya.

Integritas Dalam Keluarga

Romo Vikjen mengamini pendapat Nino. Sebagai seorang pastur, ia memiliki umat dari berbagai latar profesi seperti pejabat dan polisi. “Saya mau ngurus KTP sesuai prosedur, ternyata tahu-tahu KTP sudah diantarkan ke paroki karena ada pegawai yang Katholik. Jadi ini seperti konspirasi, dilakukan secara bersama-sama,”ungkapnya.  

Menurut Vikjen, kiat untuk menghadang korupsi adalah integritas. “Terima kasih atas pemutaran film ini sehingga saya bisa menggali bahwa nilai yang kita himpun dari ardas yaitu pendampingan anak dimulai dari kejujuran,”lanjutnya.

Niko, filsafat-seminari, menyatakan pada intinya korupsi bisa diatasi dimulai di dalam ranah keluarga, pendidikan, dan media massa. “Ketiga pilar itu termasuk dalam cakupan ranah politik,”ujarnya. Semua orang bisa korupsi, dari pemuka agama sampai bajingan, karena dalam korupsi menawarkan suatu kemudahan atau nilai pragmatis.

“Kita disini diajak melawan korupsi, padahal semua dari kita berakar dari keluarga dan pendidikan. Integritas berasal dari situ. Mengapa orang berkorupsi? Karena ada tawaran instan dan kemudahan,”tandasnya. 

Sementara itu, Ignatius dari Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) Surabaya lebih menyorot peran agama dalam pemberantasan korupsi. “Saat ini, ketika elit kita (aparat penegak hukum) tidak mampu memberantas korupsi maka peran agama perlu,”jelasnya. (Dwipoto Kusumo/RSD)


Senin, 04 Juni 2012

Yasin Limpo: Film, Metode Baru Melawan Korupsi





Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo mengakui pihaknya sudah berulangkali menyelenggarakan sosialisasi pemberantasan korupsi di jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel. Salah satunya melalui seminar anti korupsi. “Tapi hasilnya tidak maksimal,” katanya saat menghadiri pemutaran film Kita versus Korupsi (KvsK) di Studio XXI Panakkukang Mall, Jalan Panakkukang Mas Boulevard, Makassar, Sabtu (02/6). 

Pemutaran film KvsK diselenggarakan Pemprov Sulsel dalam rangka sosialisasi pemberantasan korupsi. Sebanyak 290 penonton hadir diantaranya jajaran bupati, Sekretaris Daerah Sulsel, Polda Sulsel, dan pemerintah daerah setempat.

Menurut Limpo, pemberantasan korupsi hanya bisa dilakukan dengan tiga metode. Pertama, secara intelektual atau mindset. Kedua, management system diantaranya melalui regulasi dan agenda aksi. Dan ketiga, secara behavior atau tingkah laku terutama di kalangan para leader (pemimpin).

“Pemutaran film ini menurut saya adalah bagian dari agenda intelektual. Film merupakan metode baru dalam kegiatan melawan korupsi,”jelasnya.

Ia berharap, melalui pemutaran ini menjadi sebuah upaya mengajak semua penonton menjadi warga dan pejabat yang konsisten serta mencegah agar tidak terjadinya tindak korupsi. “Film ini untuk kita dan untuk semua generasi untuk menuju Indonesia  lebih baik,”tandas Limpo. 

Gagasan Baru

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memaparkan pemutaran film merupakan gagasan baru dalam gerakan melawan korupsi. “Dalam pemberantasan korupsi, rencana kegiatan yang dilakukan oleh KPK adalah  merubah sistem pendekatan anti korupsi, dari pendekatan yang keras menuju sistem yang lebih ringan,”ujarnya.

Selama ini, lanjut Samad, dalam upaya pemberantasan korupsi KPK memakai sistem represif atau keras, karenanya KPK harus membangun sistem pencegahan yang terintegrasi. “Film adalah sebuah karya seni, seni merupalan bahasa universal, maka lebih mudah di tangkap dan dipahami  masyarakat. Maka kita harapkan masyarakat untuk tidak meniru sifat korupsi,”ungkapnya.

Adapun manfaat dari menonton film ini, menurut Samad, dapat menanamkan nilai-nilaian kejujuran dan integritas pada setiap orang yang menonton. “Paling tidak setelah keluar dari bioskop kita akan malu pada perilaku korupsi,”tegasnya.

Sementara itu, Senior Advisor Transparency International (TI) Indonesia Wandy Binyo lebih menyorot proses pembuatan film yang dibuat secara keroyokan. “Karena semua teman-teman yang terlibat dalam film KvsK memberikan kontribusi optimal. Dan mereka tidak dibayar secara profesional atau disebut juga relawan,”ungkapnya.

Menurut Binyo, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara bersama-sama, tidak saja secara pencegahan atau sistem, tapi keterlibatan masyarakat juga harus mendukung gerakan antikorupsi. “Dari sini timbul kerja bersama dari pemerintah dan masyarakat untuk melawan korupsi,”kata Binyo. (Nur Fajrin/RSD)

Minggu, 03 Juni 2012

KvsK Sambangi Pelajar dan Mahasiswa di Medan





Tak terasa, di awal Juni ini, roadshow film Kita versus Korupsi (KvsK) memasuki kota kesepuluh: Medan, Sumatera Utara. Club Indonesia Bersih dan Sources of Indonesia (SoI), sebuah organisasi non profit berbasis di Medan akan menggelar roadshow KvsK selama dua hari, Selasa (05/6) dan Rabu (06/6). 

Kegiatan akan difokuskan pada talkshow di beberapa stasiun radio setempat serta pemutaran dan diskusi film di empat universitas masing-masing Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Nommensen, Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universitas Pembangunan Panca Budi Medan.    

Menurut Koordinator SoI Darma Lubis, roadshow KvsK bertujuan mendukung kampanye anti korupsi khususnya di kalangan mahasiswa dan pelajar di Medan. “Dengan mengangkat tema ‘Indonesia Bebas Korupsi, Indonesia Bangkit!’, kami ingin mendukung gerakan anti korupsi di masyarakat khususnya kalangan anak muda,”jelasnya.

Adapun sasaran khalayak roadshow KvsK kali ini adalah kalangan pelajar dan mahasiswa, civitas akademika, politisi, jurnalis, legislatif dan eksekutif, serta masyarakat umum.

Jadwal Acara

Roadshow hari pertama diawali pemutaran dan diskusi film KvsK di kampus UNIMED, Jalan Willem Iskandar Pasar V, Medan pukul 09.00. Siang harinya dilanjutkan di kampus Universitas HKBP Nommensen di Jalan Kamboja X No. 196 Medan. Dan pada pukul 16.00, pemutaran dan diskusi film berlangsung di kampus USU, Jalan Dr. T Mansur No. 9 Medan.

Acara ini akan dihadiri beberapa nara sumber, diantaranya perwakilan dari Komisi Pemberantasan korupsi (KPK), Transparency International (TI) Indonesia, serta sutradara dan pemain film KvsK.

Memasuki hari kedua, kegiatan pemutaran dan diskusi film diselenggarakan di kampus Universitas Pembangunan Panca Budi, Jalan Jenderal Gatot Subroto KM 4.5, Medan mulai pukul 09.00. Siang harinya, panitia akan menggelar konferensi pers dengan media setempat dan sekaligus pemutaran film KvsK di Studio XXI Hermes Palace Medan. Selain wartawan, panitia juga mengundang berbagai elemen masyarakat diantaranya pelajar, mahasiswa, politisi, jajaran pemerintah dan DPRD kota Medan serta masyarakat umum.

Acara akan ditutup dengan kegiatan talkshow di beberapa stasiun radio diantaranya KISS FM, Smart FM dan RRI Pro 1 FM. (RSD)
  


 

Kita vs Korupsi Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger